Wafat
Rasulullah saw
Syam.
Wilayah ini tampaknya mempunyai tempat yang khusus di hati Rasulullah. Sewaktu
kecil, ia pernah dibawa pamannya --Abu Thalib-- untuk berdagang ke daerah
tersebut. Di waktu muda, ia pernah pergi ke sana untuk menjadi manajer misi
dagang milik Khadijah. Setelah menjadi Rasul, ia juga pernah memimpin ekspedisi
militer terbesar yang mengarah ke Syam, yakni ekspedisi Tabuk. Kini terpikir
kembali oleh Rasul untuk kembali mengirim ekspedisi ke Palestina dan Syam.
Para sahabat pilihan telah ditunjuk Rasul. Ia juga telah mengangkat
Usama putra Zaid bin Haritha --anak angkat Rasul yang gugur di pertempuran
Mu'ta-- untuk menjadi komandan. Sebuah keputusan kontroversial masa itu, karena
Usama belum berusia 20 tahun.
Seluruh perlengkapan sudah disiapkan. Kuda-kuda telah siap dipacu.
Tiba-tiba Rasulullah jatuh sakit. Terkisahkan bahwa dalam sakitnya, Rasul sulit
untuk tidur. Tengah malam, ia lalu keluar rumah dengan ditemani oleh
pembantunya, Abu Muwayba. Rasul -menurut kisah ini- pergi ke Baqi' Gharqad,
pemakaman muslim di Madinah. Di sana Rasul berdoa untuk orang-orang yang telah
wafat, dan seperti berbicara pada para ahli kubur.
Demam Rasul semakin hari semakin bertambah. Namun ia mencoba tetap
melakukan aktivitas biasa. Beberapa kisah menyebut bahwa Rasul masih bercanda
dengan istrinya, Aisyah, di saat sakit. Namun suatu hari, ketika Nabi Muhammad
saw. di rumah Maimunah, serangan demam menguat. Nabi Muhammad saw. tak dapat
berbuat apapun selain berbaring. Ia kemudian dipindahkan ke tempat Aisyah.
Dikisahkan pula bahwa begitu hebat serangan demam itu sehingga Nabi
Muhammad saw. merasa seperti terbakar. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad
saw. -meskipun dipilih Allah menjadi Rasul-Nya- tetaplah seorang manusia biasa.
Ia punya perasaan sedih dan gembira sebagaimana manusia biasa. Ia juga
merasakan sakit secara normal. Untuk mengurangi rasa panas itu, Nabi Muhammad
saw. minta disiram dengan "tujuh kirbat" air dari berbagai sumur.
"Cukup, cukup...!" katanya.
Rasul merasa sedikit ringan. Ia mengenakan pakaiannya kembali,
mengikat kepala, lalu pergi ke masjid. Di atas mimbar, Nabi Muhammad saw.
mengucap banyak puji syukur kepada Allah, mendoakan para sahabat yang gugur di
Uhud, juga banyak lagi memanjatkan doa yang lain. Saat itu pula, Nabi Muhammad
saw. menegaskan agar semua mendukung Usama untuk melaksanakan misi yang telah
direncanakan. "Dia sudah pantas memimpin seperti ayahnya dulu juga pantas
memimpin."
Rasul juga mengatakan bahwa "Seorang hamba Allah oleh Tuhan
telah disuruh memilih antara di dunia ini atau di sisi-Nya, maka ia memilih di
sisi Tuhan." Nabi Muhammad saw. lalu terdiam. Ia tidak menyebut siapa
hamba yang diminta Tuhan untuk memilih itu. Hadirin pun terdiam. Sejenak
suasana masjid menjadi senyap. Baru kemudian Abu Bakar memecah keheningan
dengan tekadnya untuk menebus jiwa Nabi Muhammad saw. dengan jiwa kami dan
anak-anak kami. Abu Bakar tahu, yang dimaksud "hamba Allah" oleh Nabi
Muhammad saw. adalah Nabi Muhammad saw. sendiri.
"Sabarlah, Abu Bakar," hibur Nabi Muhammad saw.. Dengan
bersusah payah ia lalu meninggalkan masjid. Namun, sebelum pulang, ia sempat
berpesan agar kaum Muhajirin terus menjaga Anshar.
Usama dan pasukannya masih menunggu di Madinah. Keadaan Rasul
semakin parah. Untuk menjadi imam masjid, Nabi Muhammad saw. minta agar
orang-orang menghubungi Abu Bakar. Aisyah -putri Abu Bakar- protes karena suara
ayahnya terlalu pelan untuk menjadi imam, dan sering menangis saat membaca
ayat-ayat Quran. Namun Rasul tetap minta agar Abu Bakar yang menjadi imam.
Ketika terdengar suara Umar yang keras mengimami salat di masjid, Rasul
berkata: "Mana Abu Bakar?" Belakangan, banyak orang percaya, bahwa
kejadian tersebut adalah isyarat Rasul agar kaum Muslimin memilih Abu Bakar
sebagai penggantinya kelak.
Begitu parah keadaan Nabi Muhammad saw.. Ia sempat pingsan beberapa
lama. Rasul juga minta istrinya agar menyedekahkan uang miliknya yang cuma
tujuh dinar. Ia tak ingin meninggal dengan masih memiliki kekayaan -betapapun
sedikit-- di tangan.
Demam Rasul tampak mereda. Dengan kepala diikat, dan ditopang oleh
Ali bin Abu Thalib dan Fadzil bin Abbas, Rasul ke masjid. Abu Bakar yang tengah
menjadi imam menyisih untuk memberi tempat pada Nabi Muhammad saw.. Namun Nabi
Muhammad saw. mendorong Abu Bakar untuk terus menjadi imam. Ia salat sambil
duduk di sebelah kanan Abu Bakar.
Orang-orang gembira. Nabi Muhammad saw. telah menunjukkan
tanda-tanda sembuh. Usama segera pamit pada Rasul untuk melaksanakan
ekspedisinya. Namun, kemudian, hari itu tiba. Di musim panas, yang diperkirakan
tanggal 8 Juni 632, Rasulullah wafat di pangkuan Aisyah. Diriwayatkan, hari itu
Nabi Muhammad saw. meminta diambilkan air dingin. Ia mengusap wajah dengan air
itu, lalu bersiwak. Menurut Aisyah, Rasul sempat berdoa untuk dimudahkan dalam
menghadapi sakaratul maut. Kemudian tubuhnya terasa memberat.
Kini pemimpin, sahabat, bahkan kekasih seluruh umat Islam itu
menghadap-Nya. Umat terguncang. Umar sempat mengancam akan memotong kaki
siapapun yang mengatakan Nabi Muhammad saw. meninggal. Namun Abu Bakar
mengingatkan semua dengan membacakan ayat Quran, Surat Ali Imran ayat 144:
"Nabi Muhammad saw. hanyalah Rasul sebagaimana para rasul sebelumnya. Bila
ia wafat atau terbunuh, apakah kamu akan berbalik ke belakang?......"
Dua puluh tiga tahun Nabi Muhammad saw. menjadi Rasul. Di Madinah,
selama 10 tahun -setara dengan dua kali masa jabatan presiden sekarang- Nabi
Muhammad saw. menjadi pemimpin bangsa. Nabi Muhammad saw. pun wafat dengan
meninggalkan "keteladanan yang sempurna" untuk menjalani kehidupan.
Selebihnya, ia menyerahkan pada setiap muslim -yang seluruhnya telah dibekali
Allah dengan nurani dan akal- untuk mengadaptasi keteladanan itu sesuai dengan
masa dan situasi yang berbeda-beda.
sumber : www.pesantren.net
No comments:
Post a Comment