dari Gembala menjadi Manajer
Dalam tradisi keluarga terhormat Arab masa itu, bayi tidak disusui sendiri oleh Sang Ibu. Ia diserahkan pada orang lain yang menjadi Ibu susu. Demikian pula Muhammad. Beberapa hari, ia disusui oleh Tsuaiba -budak paman Muhammad, Abu Lahab, yang juga tengah menyusui Hamzah -paman lainnya yang seusia Muhammad. Kemudian ia diserahkan pada Halimah, perempuan miskin dari Bani Saad yang mencari pekerjaan sebagai Ibu susu.
Dalam tradisi keluarga terhormat Arab masa itu, bayi tidak disusui sendiri oleh Sang Ibu. Ia diserahkan pada orang lain yang menjadi Ibu susu. Demikian pula Muhammad. Beberapa hari, ia disusui oleh Tsuaiba -budak paman Muhammad, Abu Lahab, yang juga tengah menyusui Hamzah -paman lainnya yang seusia Muhammad. Kemudian ia diserahkan pada Halimah, perempuan miskin dari Bani Saad yang mencari pekerjaan sebagai Ibu susu.
Semula
Halimah menolak Muhammad. Ia menginginkan bayi yang bukan seorang yatim, dan
keluarganya sanggup membayar lebih mahal. Tak ada bayi lain yang bisa disusui,
Halimah pun membawa Muhammad ke kampungnya. Suasana perkampungan Bani Saad
disebut lebih baik bagi pertumbuhan anak dibanding 'kota' Mekah. Udara di sana
disebut lebih bersih, bahasa Arab-nya pun lebih asli. Di masa bersama Halimah
itulah tersiar kisah mengenai Muhammad kecil.
Menurut
kisah itu, Halimah menjumpai Muhammad dalam keadaan pucat. Disebutkan bahwa
Muhammad baru didatangi dua orang -yang diyakini banyak kalangan sebagai
malaikat. Orang tersebut kemudian membelah dada Muhammad. Banyak orang percaya,
itu adalah proses malaikat "mencuci hati Muhammad'' sehingga bersih.
Pada
usia lima tahun, Muhammad dikembalikan ke Mekah. Konon Halimah khawatir atas
keselamatan Muhammad. Dalam perjalanan ke Mekah, Muhammad sempat terpisah dari
Halimah dan tersesat sebelum ditemukan secara tak sengaja oleh orang yang
kemudian mengantarkan ke rumah Abdul Muthalib. Saat Muhammad berusia enam
tahun, Aminah sang ibu membawanya ke Madinah menengok keluarga dan makam
Abdullah, sang ayah. Mereka ditemani budak Abdullah, Ummu Aiman, menempuh jarak
sekitar 600 km bersama kafilah dagang yang menuju Syam.
Saat
pulang, setiba di Abwa -37 km dari Madinah-Aminah jatuh sakit dan meninggal.
Muhammad pun yatim piatu. Ia dipelihara Abdul Muthalib. Namun, sang kakek juga
meninggal saat Muhammad berusia 8 tahun. Muhammad lalu tinggal di rumah Abu
Thalib -anak bungsu Abdul Muthalib yang hidup miskin. Kehidupan sehari-hari
Muhammad adalah menggembala kambing. Pada usia 12 tahun, Muhammad diajak
pamannya berdagang ke Syam.
Terkisahkan,
dalam perjalanan itu Abu Thalib bertemu pendeta Nasrani bernama Buhaira di
Bushra. Sang pendeta memberi tahu bahwa Muhammad bakal menjadi Nabi besar.
Maka, ia menyarankan Abu Thalib segera membawa pulang Muhammad agar tidak
celaka olah ulah orang-orang yang tak suka. Perjalanan ke negeri asing untuk
berbisnis pada usia semuda itu tentu memberi kesan kuat pada Muhammad.
Berkat
ketulusan dan kelurusan hatinya, Muhammad remaja mendapat sebutan Al-Amien,
"yang dapat dipercaya", dari orang-orang Mekah. Ia juga disebut-sebut
terhindar dari berbagai bentuk kemaksiatan yang acap timbul dari pesta. Setiap
kali hendak menyaksikan pesta bersama kawan-kawannya, Muhammad selalu tertidur.
Sedangkan ketajaman intelektual serta nuraninya terasah melalui hobinya
mendengarkan para penyair.
Pada
bulan-bulan suci, di beberapa tempat di dekat Mekah, selalu muncul pasar.
Terutama di Ukaz yang berada di antara Thaif dan Nakhla, serta di Majanna dan
Dzul-Majaz. Di hari pasar, para penyair membacakan sajak-sajaknya. Sebagian
penyair itu beragama Nasrani maupun Yahudi. Mereka umumnya mengeritik bangsa
Arab yang menyembah berhala. Peristiwa tersebut menambah sikap kritis Muhammad
atas perilaku masyarakatnya.
Persoalan
pasar di Ukaz itu menyeret Muhammad pada realita manusia: perang. Berawal dari
pelanggaran kesepakatan sistem dagang yang dilakukan Barradz bin Qais dari
kabilah Kinana yang memicu pelanggaran serupa 'Urwa bin 'Uthba dari kabilah
Hawazin. Barradz lalu membunuh 'Urwa di bulan suci yang diharamkan terjadi
pertumpahan darah. Kabilah Hawazin lalu mengangkat senjata terhadap kabilah
Kinana. Karena kekerabatan, kaum Quraish seperti Muhammad membela kabilah
Kinana.
Selama
empat tahun, pertempuran berlangsung pada hari-hari tertentu setiap tahun. Itu
terjadi saat Muhammad berusia sekitar 16 hingga 20 tahun. Disebutkan pula, di
pertempuran itu Muhammad hanya bertugas mengumpulkan anak panah lawan. Ada juga
yang menyebut dia pernah memanah lawan. Perang Fijar itu pun berakhir dengan
kesepakatan damai.
Satu
peristiwa penting yang jarang dikisahkan adalah bergabungnya Muhammad pada
Gerakan Hilfil Fudzul. Sebuah gerakan untuk memberantas kesewenangan di
masyarakat dan melindungi yang teraniaya. Peristiwa itu terpicu oleh perampasan
barang milik pedagang asing yang tiba di Mekah oleh Wail bin Ash. Zubair bin
Abdul Muthalib mengajak keluarga Hasyim, Zuhra dan Taym untuk menegakkan
kembali kehormatan kota Mekah. Mereka berikrar di rumah Abdullah bin Jud'an
untuk membentuk gerakan tersebut. Pada usia 20-an tahun, Muhammad aktif dalam
Hilfil Fudzul itu. Ia ikut menyelamatkan gadis dari Bani Khais'am yang diculik
Nabih bin Hajaj dan kawan-kawan.
Kematangan
Muhammad semakin tumbuh seiring dengan meningkatnya usia. Saat Muhammad berusia
25 tahun, Abu Thalib melihat peluang usaha bagi keponakannya. Ia tahu pengusaha
terkaya di Mekah saat itu, Khadijah, tengah mencari manajer bagi tim ekspedisi
bisnisnya ke Syam. Khadijah menawarkan gaji berupa dua ekor unta muda bagi manajer
itu. Atas sepersetujuan Muhammad, Abu Thalib menemui Khadijah meminta pekerjaan
tersebut buat keponakannya itu serta minta gaji dinaikkan menjadi empat ekor
unta. Khadijah setuju.
Untuk
pertama kalinya Muhammad memimpin kafilah, atau misi dagang, menyusuri jalur
perdagangan utama Yaman - Syam melalui Madyan, Wadil Qura dan banyak tempat
lain yang pernah ditempuhnya saat kecil. Di kafilah itu Muhammad dibantu oleh
perempuan budak Khadijah, Maisarah. Bisnis tersebut sukses besar. Dikabarkan
tim dagang Muhammad meraup keuntungan yang belum pernah mampu diraih misi-misi
dagang sebelumnya. Dalam perjalanannya tersebut, ia juga banyak berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain. Termasuk para pendeta Yahudi maupun Nasrani yang
terus mengajarkan keesaan Allah. Muhammad juga semakin memahami konstalasi
politik global, termasuk menyangkut dominasi Romawi serta perlawanan Persia.
Khadijah
terkesan atas keberhasilan Muhammad. Laporan Maisarah memperkuat kesan
tersebut. Maka, benih cinta pun perlahan bersemi di hati pengusaha terkaya di
Mekah yang hidup menjanda itu.
Sumber
: www.pesantren.net
No comments:
Post a Comment