Tragedi Uhud (5 Hijriyah)
Muhammad terus bekerja keras untuk menata masyarakat. Kehidupan
umat Islam di Madinah semakin baik. Setelah menang di Perang Badar, mereka
makin disegani kabilah-kabilah Arab. Perdagangan maupun pertanian berjalan
lancar. Rongrongan Yahudi, untuk sementara, telah diatasi. Hal itu memudahkan
Rasul untuk menyeru masyarakat untuk berperilaku lebih baik. Seruan yang
bergema sampai sekarang, bahkan masa mendatang.
Suasana damai tersebut bukan tanpa ancaman. Di Mekah, kaum Qurais
menggalang kekuatan besar. Bagi mereka, kuatnya muslim adalah duri yang harus
disingkirkan. Apalagi, Madinah berada di tengah jalur perdagangan Mekah-Syam.
Maka, Abu Sofyan menggalang kekuatan 3000 orang, termasuk 100 orang asal
Thaqif. Sekitar 700 orang diantarany mengenakan baju besi, dan 200 orang
pasukan berkuda. Sebanyak 3000 unta mendukung serangan itu.
Muhammad dan masyarakat Muslim tak tahu rencana itu. Sampai
kemudian Muhammad menerima surat dari pamannya yang masih kafir, Abbas bin
Abdul Muthalib, yang membocorkan rencana tersebut. Orang dari Ghifar yang
menjadi kurir Abbas menemui Muhammad di Masjid Quba. Ubay bin Ka'b diminta
Muhammad membaca surat itu. Mereka kemudian kembali Madinah, membahas ancaman
Qurais. Anas dan Mu'nis anak Fudzala yang diminta menyelidiki keadaan, melaporkan
bahwa musuh telah berada di sekitar Uhud, pinggiran kota Madinah.
Perdebatan berlangsung. Muhammad cenderung untuk bertahan di
Madinah. Demikian pula para orang-orang tua asli Madinah, apalagi orang-orang
Yahudi. Namun para anak muda --terutama yang belum ikut Perang Badar-mendesak
agar mereka menyongsong musuh. Suara terbanyak menghendaki itu. Rasul pun
mengalah pada keinginan demokratis tersebut.
Hari itu hari Jumat. Muhammad mengimami salat Jumat, kemudian
kembali ke kamarnya. Abu Bakar dan Umar menyusul masuk, membantu Muhammad
mengenakan sorban dan baju besinya. Rasulullah saat itu berusia sekitar 58
tahun. Ia memimpin sendiri pasukannya yang berkekuatan 700-an orang. Mereka
segera menuju bukit Uhud. Sebanyak 50 orang ditugasi Muhammad untuk menjadi
pemanah. Mereka harus menempati posisi di lereng bukit, tanpa boleh pergi,
kecuali diperintahkan Muhammad.
Kaum Yahudi juga telah menyiapkan pasukan. Muhammad melarang
pasukannya, "minta pertolongan orang musrik untuk melawan orang
musrik." Benar, pasukan Yahudi -yang semestinya juga harus ikut
mempertahankan Madinah-membubarkan diri.
Malam itu, mereka bersiaga di lereng-lereng Uhud. Rasul pun
menyerahkan pedangnya pada Abu Dujana. Pagi hari tanggal 15 Syawal, tahun
kelima Hijriah, darah mulai tumpah setelah Ali berduel dengan komandan pasukan
Qurais, Talha anak Abu Talha. Talha tewas seketika. Selanjutnya, Ali, Hamzah
dan Abu Dudjana terus berkelebat tak tertahankan. Pedang Rasul menghantam
orang-orang Qurais. Bahkan sudah di atas kepala Hindun, namun Abu Dudjana
mengurungkan. Ia mengaku tak tega membunuh perempuan, meskipun perempuan itulah
yang telah mengobarkan perang.
Hindun memimpin barisan perempuan yang membawa tambur dan
bersorak-sorai menyemangati kaum Qurais. Mereka meneriakkan syair-syarir.
Antara lain, yang dikutip Haekal, "Kamu maju, kami peluk dan kami
hamparkan kasur yang empuk; atau kamu mundur kita berpisah. Berpisah tanpa
cinta."
Keputusan Abu Dudjana keliru. Hindun ternyata mengorganisasikan
para budak, termasuk Wahsyi -budaknya asal Ethiopia. Bila berhasil membunuh
Hamzah yang telah menewaskan ayah Hindun di Perang Badar, mereka akan
dimerdekakan dari perbudakan. Wahsyi berhasil menghunjamkan tombaknya menembus
perut bagian bawah. Tombak terus menancap sampai paman Nabi itu wafat. Konon,
Hindun kemudian membelah dada Hamzah dan memakan jantung korban.
Bayang-bayang Perang Badar seperti kembali terlihat, pagi itu. Kaum
Qurais mulai kalang-kabut meninggalkan arena. Orang-orang Islam mengejar-kejar
mereka. Namun kemudian mereka tergoda oleh harta jarahan. Mereka segera berebut
harta yang ditinggalkan orang-orang Qurais. Para pemanah di puncak-puncak bukit
pun berlarian mengejar barang jarahan. Abdullah bin Juzair mengingatkan mereka
untuk tidak meninggalkan pos, namun mereka tak peduli.
Di saat demikian, pasukan berkuda Qurais pimpinan Khalid bin Walid
memutar bukit melakukan serangan balik. Pasukan muslim yang tak lagi bersiaga
kocar-kacir. Korban berjatuhan. Muhammad terdesak hingga mundur ke puncak
bukit. Ia sempat terperosok ke dalam lubang jebakan, namun diselamatkan Ali
serta Talha anak Ubaidillah. Tokoh Qurais, Uthba bin Abi Waqas, melemparkan
batu ke muka Muhammad. Dua keping lingkaran topi baja terputus dan menyobek
pipi serta bibir Muhammad. Wajah Sang Rasul pun berdarah-darah.
Panah terus menghujani Muhammad. Namun Abu Dudjana menggunakan
punggungnya sebagai perisai untuk melindungi Rasul itu. Saad bin Abi Waqas
membalas serangan panah tersebut. Muhammad ikut menyiapkan anak panah bagi
Saad. Tak lama setelah itu, kabar kematian Muhammad pun menyebar. Kaum Qurais
bersorak-sorai. Dalam keadaan letih mereka pun meninggalkan Uhud untuk kembali
ke Mekah. Abu Bakar dan Umar -yang tak mengetahui keberadaan Muhammad-tertunduk
lesu. Anas bin Nadzr, yang juga menyangka Rasul meninggal, kemudian mengamuk.
Ia menyerang Qurais habis-habisan sampai tubuhnya hancur nyaris tanpa dapat
dikenali lagi.
Namun, masih ada satu dua Qurais yang memburu Muhammad. Ubay bin
Khalaf berhasil menemukan tempat istirahat Muhammad. Ubay belum sempat
mengayunkan pedang tatkala Muhammad berhasil menyambar tombak Harith anak
Shimma, dan menghunjamkannya. Ali kemudian membasuh muka Muhammad yang
berdarah-darah. Abu Ubaida mencabut pecahan besi yang menembus wajah Muhammad,
sehingga dua gigi Rasul itu tanggal.
Mereka semua kemudian salat dzuhur berjamaah sambil duduk.
Rasulullah menjadi imamnya. Senja hari, mereka tertatih-tatih menuruni bukit,
menghampiri satu demi satu kaum Muslimin yang menjadi korban, lalu memakamkan
mereka. 70 orang telah syahid.
Muhammad dan pasukannya kembali ke kota Medinah dengan suasana
pilu. Kaum Yahudi menyaksikan mereka dari balik jendela rumah masing-masing.
Senyum mengembang di bibir para Yahudi itu. Namun, mereka keliru bila menyangka
semangat Muslimin telah runtuh. Esok paginya, Rasul mengerahkan pasukan
mengejar pasukan Qurais. Mereka menunggu tiga hari dan menyalakan api unggun
sekiranya kaum Qurais berani bertempur. Abu Sofyan, yang telah letih berperang,
memerintahkan pasukannya untuk terus pulang ke Mekah.
sumber : www.pesantren.net
No comments:
Post a Comment